Surat untukmu, hilang tertelan waktu...
Ini sudah musim penghujan. Namun tak ada derap langkah menghampiri pekarangan rumah. Apakah kau baik di sana?
Menyikapi keegoanmu, aku serasa buntu. Aku merasa bahwa sekian lama aku bersabar untukmu. Jauh ditinggalkanmu demi tugas kenegaraanmu, bukan masalah bagiku. Jarak kah yang berperan besar dalam masalah kita hingga akhirnya harus berpisah? Bukan, jarak itu tidak usah kita persalahkan. Kamu perlu tahu, noktah masalah adalah komunikasi. Mungkin tak banyak waktu kita bersama. Tapi harapanku adalah memanfaatkan waktu yang sempit sebaik mungkin untuk kita. Tapi kau tak pernah faham inginku.
Sekian banyak problema menghampiri. Aku berusaha bertahan untukmu. Perempuan itu! Perempuan yang seakan menghantui perjalanan kisah kita. Pernahkah kau rasakan perjuanganku akan hubungan kita? Ketegasan apa yang kau dan keluargamu beri untuk aku dan keluargaku? Aku seakan terombang ambing waktu yang hampir saja membunuhku. Tapi kau tetap pertahankan egomu, tanpa lebih menggubrisku.
Aku merasa terkhianati. Menerima sikap pengecutmu yang hilang tanpa kabar. Perih, bukan hanya aku, melainkan Ibu dan Bapakku. Ingatkah janji-janji manismu? Itu masih terlalu bising di telinga ku dan keluargaku. Bukan aku pinta kekayaan atau jabatanmu. Aku hanya ingin kau lebih menyikapi permasalahan ini lebih bijak. Kita memulai hubungan dengan baik dan aku ingin mengakhirinya dengan baik...
(Diambil dari kisah nyata seorang Perawat Muda)
0 komentar:
Posting Komentar